Friday, September 25, 2009

Satu Panah

By: Clara

Menggetarkan. Aku mendengar suara itu. Suara yang tanpa pernah ku sadari akan menjadi sebuah penghangat di masa-masa berikutnya, suara yang mengendap dalam lumbung hati ini tanpa bisa dihilangkan. Aku tau, suara itu hanya berasal dari bibir tipis seorang adam. Ya, seorang pria biasa namun memiliki pesona luar biasa. Aku tidak bisa mengelak, meskipun aku berusaha mencoba. Ia terlalu sempurna. Paling tidak di mataku, ia begitu sempurna dengan segala kekurangannya.

Bisakah aku keluar dari jeratannya?
Selalu berusaha untuk bisa menyingkirkan bayang-bayang senyum misteriusnya, tetapi aku selalu gagal. Aku tau, aku bukan berusaha dengan tindakan. Aku hanya berusaha dengan kata-kata yang hanya tertinggal sebagai pengharapan belaka.

Bagiku, dirinya layaknya sebuah rembulan yang jauh dari rengkuhan. Namun kini ia tepat di hadapanku. Berdiri tegak dengan begitu kokoh di atas kedua kaki jenjangnya, bertahan dari rasa dingin di balik tubuh kurusnya, sambil menatapku dari balik jendela matanya yang kecil. Kenapa harus menatapku seperti itu? Aku mencari-cari jawabanku di isyarat bulatan hitam indera penglihatannya itu. Kosong. Aku tidak menemukan apa-apa. Aku hanya menemukan titik keletihan dalam dirinya.

Dan tanganku, seolah tak bisa kutahan untuk bisa menyeka wajah tirusnya, seperti ingin memberikan semangat dan tenaga lain. Hanya karena aku tidak ingin melihat dirinya yang seperti itu. Aku ingin dia yang ceria dan tertawa. Atau terkadang tersenyum malu. Atau juga mungkin saja tertawa begitu lebar hingga ia merentangkan telapak tangannya menutupi barisan gigi yang rapih itu. Aku ingin dirinya yang seperti itu. Karena dengan begitu, aku bisa merasakan lagi suara menggetarkan itu.

"Aku bersama dengannya kini," ia bersuara. Suara yang ingin ku dengar, namun tidak dengan kalimat itu. Kalimat yang kali ini seperti mengiris hatiku.

Aku hanya bisa terdiam.

"Kau tidak pernah memberiku kesempatan," katanya kemudian.

Ah, sekali lagi ia bersuara. Tapi bukan itu yang ingin ku dengar. Sungguh. Adakah kata-kata lain yang tidak membuatku merasakan perih ini?

"Sorry, but if there`s a chance, i`ll change my mind," pintanya.

Aku menunduk. Aku tau aku tidak bisa memberikannya sebuah kesempatan. Meskipun aku tau, jauh di dalam diriku sangat mengharapkan kehadirannya selalu, menjadi pangeranku dan berada di sisiku. Hanya saja, ada bagian diriku yang tidak bisa ku mengerti.
Sebagian diriku itu tidak akan pernah bisa membiarkan ia menjadi pangeranku. Sebagian diriku itu hanya ingin mendengarkan liukan suara indahnya dalam tangga nada.
Sebagian diriku itu juga tidak membiarkannya untuk pergi bersama dengan seorang hawa yang ia kenal entah dimana.
Tapi aku ingin ia tetap di sini.
Membiarkan diriku hanya tetap menatap punggungnya, tanpa harus ia menoleh untuk tersenyum padaku.
Bolehkah?

Aku mencintainya, tapi aku hanya ingin memberikan perasaan ini padanya.
I just wanna love him.
but please, don`t love me.

Dan kemudian, ia masih mematung sementara aku yang terpana menatapnya. Sejenak saja, sebelum akhirnya aku memilih untuk pergi meninggalkan semua hasrat dan keegoisan diriku.

Meski masih tetap memohon, jangan cintai orang lain.

1 comment:

  1. Ya ampun Clara...
    Ternyata kisah ini bukan hanya aku yang mengalami. Kata-katanya menyentuh sekali, aku ingin bisa seperti ini Clara..

    EXCELLENT! (ga tau mau ngomong apa lagi.. )
    Speechless. You're the best!
    x

    ReplyDelete