Thursday, February 18, 2010

Pada Satu Gerbong Kereta

Tidak ada pemandangan yang lebih menarik daripada hamparan padang rumput hijau atau sekedar warna-warni indah dari alam yang seolah bergerak cepat, seiring dengan laju kereta yang tidak bisa dihentikan. Musim semi telah tiba. Dan hanya pemandangan itu yang menarik perhatiannya. Sementara satu tangannya menopang dagu, matanya memandang jauh menembus jendela kaca.

"Apa yang kamu lihat?"

Suara itu membuatnya berjengit karena terkejut, lalu dia menoleh. Seorang perempuan dengan rambut terurai panjang berwarna hitam, menarik kedua sudut bibirnya hingga melengkung. Dia menyapanya.

"Bukan apa-apa," katanya. Dia menegakkan tubuhnya dengan tegas, sekalian memberi ruang jika orang asing itu hendak duduk di kursi di hadapannya yang memang masih kosong. "Cuma...ada semua itu yang paling menarik untuk dilihat." Dia menunjuk pemandangan di luar yang terus menerus bergerak meninggalkannya seperti pergerakan film yang sengaja dipercepat, dengan dagunya yang kokoh dan membelah di ujungnya.

"Ohhh, kalau aku duduk di sini, bagaimana?" tanya suara lembut itu, mengusik daya imajinasinya. Dia belum berkata apa-apa, tapi perempuan itu sudah menentukan sendiri keputusannya. Pria itu hanya bisa mengikuti gerakan si perempuan dengan sepasang matanya yang lancip.

Hanya begitu saja. Lalu hening merambati. Membuat dia diam-diam mencuri pandang ke arah si perempuan yang berwajah pucat, kontras dengan suasana di luar sana yang penuh dengan warna ceria.

"Aku..." kembali suara lembut itu menggelitik telinganya. Membuat dia langsung menoleh dan mendapati perempuan itu bicara tanpa sekali pun memandangnya. "Aku sakit. Aku menderita Alzheimir. Karena itu aku selalu saja ditinggalkan oleh orang yang mencintaiku. Mereka benci karena aku melupakan mereka. Mereka bilang aku tidak pernah menghargai usaha mereka, karena aku tidak bisa mengingat apa yang telah mereka berikan." Perempuan itu menelan ludah susah payah. "Aku juga tidak berharap seperti itu. Tapi...aku juga tidak pernah tahu kalau aku akan sakit seperti ini. Aku ingin bisa mengingat semuanya sebagai kenangan, tapi aku tidak bisa..."

Perlahan isakannya mengalir perlahan.
Sementara pria dihadapannya menahan napas karena diserang oleh kata-kata yang tidak diharapankannya. Paling tidak bukan dari orang asing yang dikenalnya lima menit yang lalu.

Satu bulir kristal air matanya turun dari pangkal mata.

"Kenapa?" tanyanya. "Kenapa kamu berharap menyimpannya sebagai kenangan?"

"Karena tidak ada harapan untuk masa depan."

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini."

Perempuan itu menggelengkan kepalanya. "Kalau begitu, bolehkah untuk beberapa saat ini aku menyukaimu? Hanya untuk saat ini..."

Pria itu tak lantas mengangguk. Dia seperti terjebak dalam lubang yang dibuatnya sendiri. Wajahnya yang diukir garis-garis tegas menegang. Matanya berusaha membaca maksud dari perempuan itu. Tapi, tidak ditemuinya sesuatu yang membuatnya harus membekukan hatinya dari si perempuan.

Hanya untuk saat ini. Itu berarti hanya untuk tiga jam ke depan, sampai kereta itu akhirnya berhenti di tempat tujuannya. Pria itu membiarkan kepala perempuan itu memberati sisi pundaknya. Juga membiarkan ujung kaosnya basah karena air mata yang tumpah dari sosok yang baru dikenalnya itu. Tidak pernah diketahuinya kenapa dia membiarkan semua ini terjadi. Yang dia tahu, perempuan itu butuh sandaran. Dan dia memberikannya.

Hanya beberapa patah kata dan beberapa gerak gerik yang menunjukkan sedikit perhatian, hingga akhirnya tiga jam itu berlalu tanpa sesuatu yang benar-benar berarti. Kereta berhenti di stasiun berikutnya.

"Aku ingin kita berfoto sebentar."

Perempuan itu meraih kamera polaroidnya dan mulai menjepretkan sang lensa untuk mengabadikan senyum terakhir keduanya.

"Meski tidak berguna, tapi aku akan menyimpannya sebagai kenangan." Perempuan itu bersiap pergi namun kemudian langkahnya terhenti. Dia menoleh dan menatap pria yang duduk beberapa langkah darinya.

"Terima kasih, ya." Dia mengacungkan fotonya. "Karena aku pasti akan melupakanmu, jangan pernah mengingatku."

Lalu dia menghilang dan hanya meninggalkan jejak senyum dalam ingatan pria itu.
Perempuan asing yang mengejutkannya telah pergi. Membawa serta kenangan singkat itu sendiri. Entah bagaimana nasibnya, dia tidak tahu dan tidak akan pernah tahu. Kembali pria itu melamun menatap pemandangan di luar sana. Dia kembali sendiri.

"Hai, boleh aku duduk di sini?"

Hingga suara itu muncul. Pria itu menoleh dan tidak sekali pun dia bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia. Perempuan yang menyapanya. Mirip dengan perempuan tadi. Tidak, bukan mirip, tapi sama persis. Lekuk senyumnya, deretan giginya yang rapih, rambutnya yang tergerai halus layaknya sutra dan juga wajahnya yang agak pucat.

Pria itu menelan ludah.

Tidak pernah menyadari, dimana batas tegas antara kenyataan dan khayalan.

23 comments:

  1. Kok bisa sama persis sih..? Jangan-2 emang orang yang sama datang lagi.

    ReplyDelete
  2. aku seneng blog ini update lagi :) btw batas tegas antara kenyataan dan khayalan itu ada didalam pikiran kita dan tidak berwujud...

    ReplyDelete
  3. Kalau memang orangnya sama, berarti wanita itu pandai berakting ya? Hehe. kayak di film2 ya..

    Asyik banget certanya...

    ReplyDelete
  4. woaaahhh... bagus clar critanya..
    sendu.. tapi aku sukaaa..
    lagi doooonggg.. hihihi..

    ReplyDelete
  5. Aku tahu tadi Pria itu melamun membayangakn seorang gadis yg duduk di sampingnya, dan dia baru terjaga ketika suara perempuan itu mengusik lamunannya..kalao gak salah ....*yah benerr* hehehe

    ReplyDelete
  6. Happy blogging!
    wah sudah aktif lagi blog nya.. ;)

    ReplyDelete
  7. ini hampir mirip sama cerita 50 first date yah :)

    anw, blogwalking :D

    ReplyDelete
  8. Alzheimer - gitu spelling yang benar Clar.
    Kamera polaroid masih ada yak? kkwkwkkw..

    *disiram ember ma Clara.

    ReplyDelete
  9. kayaknya adegan sebelumnya cuma khayalan ya? ehehe asumsi sepihak sih

    ReplyDelete
  10. asyik. aku selalu suka dengan yang seperti ini...

    ReplyDelete
  11. wah keren :D haha kunjungan pertama kali ^^

    ReplyDelete
  12. salam dari bumi Dublin, Ireland.. blog walking.. sila2 lawat blog saya pula ya.. :)

    ReplyDelete
  13. benar-benar membuat orang terhanyut....
    ok siieep, keren.

    ReplyDelete
  14. hohoho...
    nemuin rumah baru nih aku,,,
    istirahat bentar ah...

    ReplyDelete
  15. sebelum baca...
    coment dulu ah...
    biar gak lupa...
    he he he...

    ReplyDelete
  16. wohh..
    cerpennya bagus...
    saya jadi bertanya-tanya yang benar-benar hayalan yg mana..?


    batas tegas antara khayalan dan kenyataan.. poin yg sangat penting..

    ReplyDelete
  17. cerpennya keren. btw, gimana caranya masang banner copyscape? apa harus log in? tapi kok mesti bayar ya? gak ada yg free? hehhee...maunya gretong mulu nih.

    ReplyDelete
  18. ciamik cerita pendek yang anda tuliskan, ternyata clara bakat juga menulis novel...kembangkan tulisan anda dan mungkin apabila ada pembaca cerpen ini dan tertarik untuk membukkannya....pastilah anda jadi beken

    ReplyDelete
  19. thank infonya, tapi setelah saya coba sign up gak bisa lagi yg gratis. sekarang bayar lho,

    ReplyDelete
  20. imajinasi lebih kuat dari pada pengalaman,,,,
    karna pengalaman tanpa imajinasi akan hambar,,,
    tapi imajinasi terkadang tidak butuh dengan pengalaman,,,hahaha

    ReplyDelete
  21. Jangan-jangan kita cuma bagian dari lamunan orang. hmm...

    ReplyDelete