Tuesday, January 5, 2010

Her Wedding Dress part 4



Sekarang bulan apa? Coba kutebak. Hmmm, November? Benar? Oke. Aku nggak mengalami gangguan ingatan meski hidupku selama—coba kuingat, tiga bulan? Ya tiga bulan kemarin sudah seperti berada dalam kungkungan penjara dalam rumah. Aku nyaris tidak keluar rumah. Aku malu. Karena aku sama sekali tidak merawat diri. Aku urakkan. Bahkan aku nggak tau kenapa sekarang rambutku sulit sekali disisir.


Dan diatas segalanya, aku berhenti membuat sketsa.

Aku menarik diri dari butik terutama dari rutinitasku merancang pakaian.

Aku benci design. Tiga kata itu cukup mewakili perasaan terdalamku.


Tapi hari ini...hari pernikahannya. Apa yang kupikirkan sehingga ide gila itu muncul? Ide untuk menghadiri pernikahannya di gereja! Ya. Katakan aku gila! Aku ternyata tidak sanggup menahan rasa penasaran akan gaun yang sudah kubuat dengan susah payah, berminggu-minggu hanya untuk menemukan bahan yang cocok untuknya, dan aku sendiri tidak bisa mengenakannya untuk hari paling bahagia dalam hidupku.


Aku bahkan sudah dicampakkan oleh orang yang paling kucintai!


Dengan perasaan kacau balau, aku pun bergegas bersiap-siap, memilih gaun simpel dari bahan sifon berwarna salem. Lalu, berangkat menuju gereja tempat pemberkatan dengan kaki yang sudah terbungkus stilleto putih. Namun, langkahku terasa begitu berat ketika berada di depan pintu gerbang megah tersebut. Sebuah keinginan perlahan menguak di dalam pikiranku, tanpa bisa kukendalikan.


Bisakah aku bertemu empat mata dengannya?

Bisakah aku menuntut hutang penjelasan atas keputusannya mencampakkanku?

Kenapa?


Hanya satu kata itu yang terus mengisi benakku selama tiga bulan belakangan, menghias di setiap roda kehidupanku yang memasuki ruang kehampaan. Tetapi, bahkan hingga jarak diantara kami hanya beberapa meter, satu pertanyaan terbesarku itu tidak bisa kudapatkan jawabannya. Aku lelah. Aku ingin mundur, namun aku bertahan. Aku ingin menutup mataku, tapi rasanya berat.


Senyum yang terulas saat dia keluar dari gereja dihantar oleh ratusan tamu. Sorot mata yang hangat saat dia menatap sang mempelai wanita yang menggamitkan lengannya. Aku ingin menikmati semua itu sekaligus membiarkan daya khayalku terbang, menggantikan posisi si wanita. Ya, aku menikmatinya.


Karena aku merindukannya...


DEG!

Jantungku mencelos. Dia menoleh ke belakang. Tepat ke arahku yang menatapnya kosong. Pandangan kami bertemu diantara keramaian tamu yang berusaha menjadi dinding pemisah selain jarak yang terbentang tak terlalu jauh itu. Aku bagai sebuah mendung di antara riak keceriaan. Aku seperti patung yang kosong dan tak bernyawa yang berdiri diam diantara sekumpulan manusia. Dan aku seperti sebuah warna hitam pekat yang berada di antara puluhan warna-warni berkilauan.


Senyumnya hilang. Sorot matanya pun berubah drastis.


Tapi tetap tidak ada jawaban atas pertanyaan kenapa itu.


Hingga tetesan air mata ini, kembali mengiringinya masuk ke dalam sebuah kendaraan mewah dan berkelas yang akan mengirim pasangan baru itu menuju tempat baru mereka. Juga kehidupan baru yang akan mereka mulai.


Mungkinkah harta telah menyilaukannya?

....

Namun aku hanya bisa menunggu untuk hadirnya sebuah penjelasan itu.




Hingga dua tahun itu datang,

secepat petir dan tidak terduga seperti maut....


”Aku...menghamilinya.”


Aneh. Harusnya aku marah. Harusnya aku sakit mendengar pernyataan itu. Harusnya hatiku perih bagai tertikam puluhan tombak. Entah sudah berapa lama dia mengkhianatiku. Tapi hatiku beku. Tepatnya kini telah beku hanya untuknya. Aku seperti roh halus yang tidak mampu merasakan apa-apa saat dia menjelaskan perihal keputusannya meninggalkanku.


Sebaliknya, aku hanya bisa menatapnya. Lama. Sangat lama.


”Aku minta maaf,” katanya lagi. ”Tapi aku sudah menceraikannya. Dan aku berharap, kita bisa kembali seperti dulu.”


Aku masih termangu. Kembali seperti dulu? Maaf? Semudah itu dia mengucapkan semuanya? Demi Tuhan, dia sama sekali tidak punya perasaan! Aku curiga hati di dalam tubuhnya mungkin adalah plastik. Tidak mampu merasakan apapun!


Lidahku kelu. Dan aku membiarkannya tetap kelu. Aku tidak berusaha untuk mencari kata-kata sebagai pembalasan. Aku memilih diam. Benar-benar seperti manusia yang tidak mengerti apa yang sudah dikatakan lawan bicaraku saat itu. Meskipun sejuta umpatan berbaris rapi di otakku menunggu pintu berupa bibirku ini mengeluarkan mereka satu per satu dari sangkarnya.


Dan dorongan itu semakin kuat. Dorongan untuk meluncurkan cacian, kata benci dan semua emosi yang pernah kurasakan dulu. Aku ingin dia tahu betapa sakitnya aku waktu dicampakkannya begitu saja. Aku ingin dia tau semua luka-luka yang pernah dia torehkan untukku. Aku ingin berteriak tepat di depan wajahnya yang seperti tidak melakukan kesalahan fatal.


Gigiku sudah bergemeletuk karena emosi yang sudah beberapa bulan belakangan tertidur pulas, kini bak singa yang kelaparan dan siap menerkam mangsanya. Tapi...semua itu redam seketika. Semua itu hilang entah kemana. Amarahku bak disiram oleh air yang menyejukkan.


Ya, semua itu karena dia.

Dia yang menahanku.

Dia yang kini menggenggam tanganku.

Bukan Ethan.

13 comments:

  1. Happy to hear that she's finally found someone else loving her ^^
    yaaa... hajar aja tuh Ethan... hahaha

    ReplyDelete
  2. Plot dan teknik penceritaan yang sangat bagus sekali. Salut dan kagum.

    ReplyDelete
  3. Sip banget konflik ceritanya...karakternya kuat dan kokoh! Salut....

    ReplyDelete
  4. dia yang bukan ethan itu cowok kan? :p

    ReplyDelete
  5. Dasar cowok!! hehehe
    salut atas ceritanya sob...ditunggu banget sekuelnya y...oh ya, followers nya dmana y??

    ReplyDelete
  6. clara......met taun baru dulu dey yg pertamanya..

    kok baru up date saii..

    n sekrng mau baca dulu part 4 nya ya...^_^

    ReplyDelete
  7. rasanya kita belum bertukar link ya...apakah sahabat mau jika aku ajak tuk bertukar link ???

    ReplyDelete
  8. MAmpir ke tempatnya sobat,,,
    dasar cowok. gak gentle bnget sih. kenapa gak dari dulu ngomongnya???hhh.
    salam kenal dari surabaya..^^

    ReplyDelete
  9. Hi clara, orang banten yah,saya kebetulan punya rumah disna ( belong to my daddy actualy,hihi) salam kenal yah .
    Nice blog,anyway:)

    ReplyDelete
  10. Yep, pertanyaannya emang, "siapa Dia?"

    ReplyDelete
  11. lha..1-3nya belom baca..tau2 dah 4.. doh, maafken diriku yg sementara waktu ini jarang kemari ya....

    ReplyDelete