Tuesday, December 1, 2009

Girl Next Door

Buat gue, dia adalah perempuan yang unik.
Dia—perempuan itu, suka banget yang namanya makan es krim. Pertama kali bertemu, dia sedang menyantap ’makan siang’nya yang adalah sekotak es krim vanila. Wajahnya lucu dan matanya bulat. Pipinya kemerahan.
Dia—perempuan itu, selalu mengenakan pakaian serba hitam. Mungkin seluruh koleksi pakaiannya memang berwarna hitam.
Dia—perempuan itu, suka sekali dengan kegelapan. Baginya, di dalam kegelapan, dia bisa menemukan dunia lain yang jauh lebih luas.
Dia—perempuan itu, selalu menganggap bulan adalah Ibu Peri, matahari sebagai Ksatria, dan bintang sebagai dewi-dewi yang menari.
Ya, dia adalah perempuan yang tinggal di kamar sebelah kamar gue, di rumah susun yang sederhana ini.

Dia perempuan ceria yang memiliki kehampaan.
Gue senang memanggilnya Kiara, tapi dia menganggap dirinya adalah Canis (minor). Dan dia kerap kali memanggil gue dengan sebutan Angkasa, tanpa pernah mencari tau siapa nama gue.
”Karena aku bisa melihat langit di matamu.”
Begitu katanya. Gue sama sekali nggak keberatan. Bagi gue, apalah artinya sebuah nama kalau memang Kiara menyukainya, gue nggak akan keberatan. Dan mungkin juga begitulah menurut Kia.

Dia perempuan bertubuh mungil yang memiliki pandangan jauh hingga luas tak terbentang. Dia—Kiara, sangat mencintai teropong bintangnya dan selalu mengintip di balik lensa, supaya malam itu bisa dilaluinya dengan bergurau bersama para dewi yang menari-nari. Begitulah Kiara, perempuan yang tinggal di sebelah kamar gue. Yang pada akhirnya membuat gue ingin merengkuhnya ke dalam dunia yang lebih dekat dengan gue.
Ya, terkadang, Kiara seperti salah satu dari para dewi itu, begitu jauh untuk dijangkau.

Namun belakangan ini, gue bisa melihatnya begitu gigih bermain-main dengan lensa teropongnya. Setiap malam, dia berusaha keras mencari sesuatu di langit sana. Entah apa. Toh, biasanya Kiara juga selalu mengintip kerlip para penguasa langit. Gue nggak begitu memperdulikannya.

Tapi ketika gue melihatnya menangis malam itu, sementara keputusasaan mengisi wajahnya yang memerah, gue begitu penasaran.

”Canis, kamu kenapa?”

”Ang, bisa kamu tolong aku? Aku harus menemukannya. Aku merindukannya.”

Benak gue bertanya-tanya, siapakah yang dirindukan sang anak langit ini? Bukankah setiap malam dia bisa menyapa Ibu Perinya? Bukankah dia bisa tersenyum kala melihat dewi-dewi mengerling nakal ke arahnya? Lalu siapa yang dia rindukan? Siapa yang tidak hadir di kala dia mengintip dunia luas di sana?

”Apa? Kamu rindu siapa?”

Dengan mata nanar, Kiara, oh bukan, Canis. Maksud gue Canis, karena begitulah dia mau gue memanggilnya. Ya, dia memandang gue dengan matanya yang bulat tetapi penuh kebimbangan dan kesedihan. Ya Tuhan, apa yang membuatnya begitu pilu?

Gue mencoba mendekatinya.

”Orion.”

Gue tergelak. Orion. Gue? Apa maksudnya? Ah benar, gue melupakan hal itu. Dia bahkan belum mengetahui siapa nama asli gue. Dia hanya tau bahwa gue adalah Angkasa. Angkasa-nya. Tapi di balik Angkasa yang melekat pada diri gue, Orion adalah gue yang sebenarnya.

”Maksud kamu?”

”Orion-ku meninggal. Dia pergi dari aku dua tahun lalu. Sekarang aku rindu padanya. Aku ingin menemukan Orion-ku. Tapi dia sama sekali tidak tampak. Kenapa? Kemana dia? Aku kangen.”

Jadi...Orion-nya itu?
Orion-nya yang telah meninggal itu. Gue nggak menyadarinya. Dia pasti merindukan Orion-nya, kekasihnya dulu. Bukan gue.
Dan dia harus menemukan Orion-nya.

Gue nggak tau harus berbuat apa. Gue hanya mengenal Orion-nya melalui kisah-kisah yang diceritakan Kiara. Gue nggak tau wujudnya. Dan bagaimana Orion-nya bisa gue temukan di langit? Gue hanya bisa bergeming dan memperhatikannya kembali berusaha keras, seperti orang gila, mengintip di balik lensa dengan penuh keliaran. Mungkin dia marah karena Orion-nya tidak muncul.

”Canis.” Gue merengkuh pundak perempuan itu. Gue nggak tega melihatnya seperti ini. Dia perempuan yang ceria, yang senang tertawa dan makan es krim, meski harus berbalut pakaian yang selalu mendukung kekosongan dirinya. ”Lihat aku.”

Gue memaksanya untuk melihat ke arah gue. Dia melihat ke mata gue, tapi ternyata matanya semakin sembab.

”Kamu nggak pernah sadar? Setiap malam, Orion-mu selalu menemanimu. Dia selalu memperhatikanmu.”
Kiara hanya terbengong-bengong menatap gue. Sama sekali nggak percaya. Mungkin dia pikir gue gila.
”Orion mu selalu berharap kamu melihat ke arahnya. Bukan ke dalam langit di sana. Orion mu selalu berharap bisa kamu panggil sebagaimana mestinya. Dan Orion-mu itu selalu berdiri di sini.”
Air mata Kiara meleleh.
”Aku adalah Orion.”

Bibir Kiara bergetar.

”Coba lihatlah ke arahku.”

Kiara mematung.

Bisakah Orion yang sekarang menggantikan Orion-nya yang dulu? Bisakah dia melihat gue sebagai Orion?
Karena Orion yang kini sejajar dengan sang Canis, berharap penuh bisa menampilkan cahaya bahagianya bersama.
Karena gue—Orion, mencintainya.

18 comments:

  1. pasti lagi lomba bkin cerita ma chidudz..



    bagus clara, ceritanya..

    ReplyDelete
  2. heeiii bagguusss yaa hheheheeh semangat :)

    ReplyDelete
  3. mbak claraaaa , nchi... orang2 ini kenapa ya pada cepet banget kalo mo bikin cerpen :0

    ReplyDelete
  4. Yang ini, bagus Clar.
    (ga bisa komen deh..)

    Iya, bagus.

    Bagus Clar, coba ku terbang dulu ke tempat enchi, trus balik lagi ke sini ya..!

    (serius amat.. si Gek.. xixiixix)

    ReplyDelete
  5. kok yg kutangkep ntu cewek kek kugy yak wkwkwkwk.

    orion itu pemburu clar,bukan seorang pengintai seperti karakter diatas :P

    ReplyDelete
  6. kalau dua jago cerpen saling tantang saya cuma bisa terkagum-kagum membca kedua cerpen tapi entar ke tempat mc dulu kalau yang ini mmmm bagys banget romantic

    ReplyDelete
  7. ah, romantis clar? walo ada sendu berucap disana.. tapi aku suka ini.. keputusasaan yg kembali menemukan pegangan.. haha.. *sotoy*

    ReplyDelete
  8. Well... tadinya gw ngga berfikir kalo cerita ini cross-gender sama penulisnya, even ngga cross-gender pun cerita ini saaaangat romantis... cerpen yang cerdas :)

    ReplyDelete
  9. clara...terheran2 niy..


    kok bikin cerpen bisa cepet bgt ya..

    nulisnya itu gag bingung ya.

    klo aku bikin cerpen pasti kendalanya.."duh, kata2nya apa ya yg pas buat mendeskripsikan ini tiu..bla..bla..bla..."

    tp dirimu kyanya ngalir aja niy..hebat.

    ReplyDelete
  10. ternyata masih lomba sama enchi yak.... jujur dech cerita tentang Girl Next Door ini menurutku lebih bagus punyanya enchi...... xixixixixixi ^^

    tp idenya keren juga, Orion... ^^

    ReplyDelete
  11. wakh keren blognya bro...........

    ReplyDelete
  12. Wow! Berat banget tuh dikasih nama Angkasa, terus ditambah Orion pula :P

    ReplyDelete
  13. suka dengan ; ”Karena aku bisa melihat langit di matamu.”

    kapaaan ya bisa nulis cerpen? ^^

    ReplyDelete
  14. susah banget tuh jadi orion yg sekarang tuk menyakinkan kiara :)

    ReplyDelete
  15. Lama gak baca cerpen, nemu jg blog yg bs memenuhi keinginan baca, maju truss...

    ReplyDelete