Tuesday, December 22, 2009

Bunda dan Seragam Anyin

Gadis kecil itu gugup. Di satu tangannya, dia memegang sehelai seragam putih yang sudah pudar warnanya. Dengan langkah pelan, hingga tidak menimbulkan bunyi, Anyin--gadis kecil itu, mendekati Bunda yang sedang melipat pakaian kering di ruang tamu rumah kecil mereka.



"Bun," panggil Anyin dengan suara kecil. Jantungnya berdegup kencang.



Bunda pun menghentikan pekerjaannya sejenak. Dengan tatapan sedikit jengah, Bunda menoleh. "Kenapa, Nyin?" tanyanya.



Anyin mengulurkan seragam yang sedari tadi hanya berada di dalam pegangannya. Bunda mengernyitkan kening, namun hanya bergeming. "Seragam Anyin, Bun. Sudah terlalu lusuh dan kuning warnanya. Anyin malu pakenya. Soalnya temen-temen Anyin banyak yang ngeledek Anyin di sekolah," jelasnya agak takut.



Bunda masih terdiam dengan pandangan yang kali ini turun ke atas seragam di tangan Anyin itu. Wajah letihnya semakin memperjelas kerut-kerut tua di bagian kening dan sudut matanya.



"Mau bagaimana lagi, Nyin," sahut Bunda setelah menghela napas. Bunda kembali bekerja. "Bunda nggak punya uang untuk beli seragam baru. Lagipula, dibeli berapa kalipun seragam mu akan tetap terlihat kuning. Yang salah air yang kita gunakan. Sudah dari sananya berwarna kekuningan."



Anyin mengatupkan bibirnya. Dia ingin sekali bicara, bahwa seragam adiknya masih bisa terlihat bagus. Paling tidak, tidak berwarna kuning seperti kepunyaannya. Seragam adiknya mendapat perlakuan khusus dari sang Bunda. Setiap saat, Bunda selalu mencuci seragam adiknya dengan air yang mereka beli khusus untuk dimasak sebagai minuman karena jelas mereka tidak mungkin menggunakan air keran yang berwarna kekuningan itu untuk minum. Sehingga sampai kini pun, seragam adiknya masih tampak bersih.



Anyin menelan semua protesannya itu ketika melihat keletihan di wajah Bunda. Dengan hati yang kecewa, Anyin memilih kembali ke kamar. Berpikir, bagaimana dia bisa mendapatkan seragam baru.



*



Secara diam-diam, Anyin membantu Ibu kantin sekolahnya untuk bersih-bersih kantin selama beberapa hari. Dari pekerjaan itulah, Anyin mendapatkan sedikit uang yang dia kumpulkan hingga paling tidak cukup untuk membeli seragam seharga lima puluh ribu. Dengan dorongan untuk menepis semua rasa malu yang diterimanya dari hinaan kawan-kawan sekolahnya, Anyin pun segera bergerak menuju pertokoan yang menjual seragam. Dia harus membeli seragam itu, supaya tidak ada satu pun orang yang menghinanya lagi.



Hatinya kini dipenuhi semangat yang menggebu-gebu. Bayangan Bundanya yang bangga akan hasil jerih payah Anyin berusaha mendapatkan uang untuk membeli seragam baru, bayangan teman-temannya yang akan tutup mulut saat Anyin menggunakan seragam baru, dan juga bayangan si adik bahwa Anyin juga bisa memiliki seragam sebagus kepunyaannya. Namun, semua bayangan itu luntur, ketika Anyin melintasi sebuah toko perhiasan.



"Bunda ingin sekali punya perhiasan. Kalau sewaktu-waktu kita butuh, kita bisa jual perhiasan itu. Jadi nggak perlu lagi ada kesulitan ekonomi seperti sekarang. Emas itu kan harganya terus naik."

Kata-kata Bunda dulu, terngiang di telinga Anyin. Kata-kata dengungan dalam kepala yang akhirnya membuat Anyin justru melangkah masuk ke dalam toko perhiasan itu.



"Anyin mau beli perhiasan," kata Anyin pada seorang penjaga toko. "Tapi...Anyin hanya punya uang segini." Dikeluarkan semua harta bendanya itu dari saku seragamnya. Semuanya hanya berjumlah lima puluh lima ribu saja.



"Wah kalau segini nggak bisa beli apa-apa, dik." Penjaga toko itu berpikir sejenak. "Tapi kalau adik mau yang imitasi, bisa dapet, nih."



Lalu penjaga toko itu menyodorkan sebuah kalung perak berbandul hati yang tampak sama berkilaunya tapi tentu saja berbeda jauh kualitasnya. Anyin langsung menyukai kalung tersebut. Dia tidak mengerti dengan imitasi atau bukan, tapi dia suka kalung itu. Dan Anyin hanya berpikir bahwa Bunda pasti akan menyukainya.



*



Entah kenapa pada akhirnya Anyin memilih untuk menggunakan uangnya bukan untuk membeli seragam. Anyin sendiri tidak tau. Dia hanya memikirkan Bunda, meskipun perlakuan Bunda terhadapnya sedikit tidak adil. Tapi Anyin tau, Anyin sangat sayang pada Bunda. Dan Anyin juga tau, pengorbanannya tidak sia-sia.



Anyin kehilangan seragam impiannya, namun Anyin tidak akan pernah kehilangan senyum Bunda yang terekam dalam memori hatinya.











Note:


Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika terjadi kesamaan nama tokoh, adalah kesengajaan penulis yang ingin berterima kasih kepada ANYIN atau pemilik dari Nindalicious yang kini blognya juga kekuningan (hihihihi...) atas AWARD yang diberikan untuk blog cerpen. Pesannya supaya saya semangat menulis lagi. Karena itu juga, saya sudah berencana untuk membuat lanjutan dari Her Wedding Dress. Mudah-mudahan nggak terganggu sama penyakit andalan saya : moody. Hehehe... (kepikiran besok buat blog namanya moodilicious kali ye :P *dijitak Anyin)





Dan terakhir, pesan dari author

Selamat Hari Ibu

13 comments:

  1. ceritanya ringan tp pas pada sasaran..
    bener2 cerpenis keren... :)

    ReplyDelete
  2. bru baca, aku lihat karakter ibunya ga enak bgt, menyalahkan air....

    lanjutttt

    ReplyDelete
  3. wekekek... koment diata scancel ajah, koment yg ini yg dipake, dan komentnya adalah... endingnya kurang, dimna mana penonton paling suka adegan haru haruan di ending, ceritanya klimaksnya. masak ga ditampilin si?

    ReplyDelete
  4. sayang si ibu gak punya bayclin, coba pake itu pasti putih seperti semula...btw tumben ini ceritanya kurang greget spt kata neng nchi diatas tapi paling tidak dah menunjukkan cinta n perhatian yg sungguh dari seorang anak kepada ibunya :)

    ReplyDelete
  5. haaaaahhhhh ada namaku ada namakuuuuuuuuuuuu *sok terharu




    hahaha numpang beken deh aku...


    sama kayak mas aulawi, pake bayclin ajaaaahh






    aku nungguin lanjutan her weddingdress mbak kuyaa

    ReplyDelete
  6. Bener kata Nchi... endingnya kurang greget, tp overal udah bagus, ceritanya keren, ringan dan tepat sasaran.

    ReplyDelete
  7. tanggapan pertama: Lho, trus bundanya bahagia gak, setelah dapet kalung dari nyinda eh anyin?

    tanggapan kedua: o iya ya beli obat pemutih kan cuma 5rb perak :D

    ReplyDelete
  8. tanggapan ketiga: congratz buat awardnyaaa ^^
    hehehe

    ReplyDelete
  9. oiya lupa nulis... aku juga menanti lanjutan Her Wedding Dress...

    dibuat novel kayaknya asik tuh B-)

    ReplyDelete
  10. Ibu, kasih yang tak tergambarkan :)

    ReplyDelete
  11. masih tentang kasih ibu kepada anaknya, dan juga rasa sayang anak kpd bundanya..
    nice story clara.. :)

    ReplyDelete
  12. cerita bagus, mbak...
    selamat hari ibu.... ibu yang super ibu yang hebat... semoga sehat sealu ibu-ibu di Indonesia...

    ReplyDelete