Sunday, January 22, 2012

Jangan Cuma Tersenyum

Dari tempat tidur, aku bisa mengamati punggungnya—tegap. Dia sibuk menyiapkan sesuatu. Ketika tubuhnya berbalik, dia sedang meletakkan satu per satu mangkuk di atas meja. Kemudian, dia beralih padaku. Dan, tersenyum.

Dengan sabar, dia menghampiriku dan membimbingku untuk menikmati sarapan pagi ini. Pagi ke-duaku berada di rumah sederhana yang sama sekali asing buatku. Dengan seseorang yang juga baru pertama kali kulihat wujudnya. Bahkan aku tidak mengetahui namanya. Sejak aku sadar kemarin sore, bibir kami sama sekali terkatup. Tak ada satu kalimat pun yang menjadi jembatan antara otak kami yang mungkin dipenuhi sejuta pertanyaan. Matanya hanya menatapku, sambil tersenyum, seakan itu adalah mantera yang mampu membaca apa isi hatiku sekaligus membeberkan semua kalimat yang muncul seperti balon di atas kepalanya. Tapi, dia benar. Sinar di tatapannya yang tulus itu seolah mewakili puluhan ribu susunan huruf abjad. Aku tau dia orang baik.

Kalau tidak, pasti sejak kemarin dia sudah memperkosaku.

Aku menikmati bubur buatannya. Dengan uap yang masih mengepul, bersama segelas teh kental yang sama menghadiahkan uap hangat ke arah wajahku. Rasanya nikmat. Senikmat kala dia memandangiku.

“Kenapa kamu memandangiku?”

Itu adalah pertanyaan pertama, seumur aku mengenalnya. Wajahnya terlihat berubah. Mungkin kaget, mungkin senang. Mungkin bersyukur karena aku tidak bisu.

Tapi, aku yang tersudut kemudian.

Dia hanya menggerakkan tangan, membentuk seperti bahasa isyarat. Aku mengernyitkan kening. Jujur, aku sama sekali tak paham dengan sandi-sandi yang dia kirimkan padaku melalui bentuk visual. Aku payah dalam masa pramuka.

Akhirnya dia memilih mencari kertas dan pulpen. Dia menorehkan sesuatu dengan tangan kirinya. Tulisannya rapih.

AKU SENANG KARENA KAU SUDAH BANGUN DAN SEHAT.

Begitu tulisnya.

“Jadi, kenapa kau menolongku?” tanyaku setengah kecewa. Andaikan dia tidak menolongku waktu itu, pasti aku sudah bahagia. Di surge. Kalau tidak salah ingat, harusnya aku tidak berbuat dosa banyak sebelum memutuskan untuk menenggak baygon di pinggiran jalan itu.

Tapi, dia cuma tersenyum. Tangannya diam, tak menorehkan ujung tinta pada kertas putih yang masih tersisa itu. Bibirnya terus melengkung, membuatku gemas. Apa maksudnya?

Sampai akhirnya jawaban itu seperti datang sendiri ke hadapanku.

Wajah, bentuk tubuh, dan tatapan mata yang sama persis itu hadir di depanku. Membuatku nyaris menyangka bahwa ada kerusakan dalam penglihatanku. Tapi, tidak. Sosok itu benar-benar ada. Mereka…, sama persis.

“Dia adik kembarku. Tidak bisa bicara sejak kecil.” Cowok itu memulai tanpa pernah aku tanyakan lebih dahulu. “Aku yang membawamu ke sini. Dia hanya merawatmu.”

Dan, pagi ini aku benar-benar seolah mengalami gangguan otak.

9 comments:

  1. curiga ini terinspirasi punggung si E!Haha.. keren ra,bahasa&analogi yg kamu pakai :) u must be either too much read or kebanyakan berkhayal.hehe.. :)

    ReplyDelete
  2. yah ini blog dah lama banget gak update hehe, lagi byk inspirasi kayaknya hihihi

    ReplyDelete
  3. ya nih emang dah lama banget gak diupdate ya. hehhee

    ReplyDelete
  4. tetep ajah sekeren mbak clara niy ceritanya meski lama gak apdet. hehehehe

    ReplyDelete
  5. ceritanya menarik bgt .. lanjutin lagu donggg :)
    gue penasaran !!

    ReplyDelete
  6. sweet story...meski gregetan ama ending-nya. Bikin part-2 nya dong.

    ReplyDelete
  7. bagi bagi kata motivasi nih gan,
    ====================================

    Tidak ada orang yang kurang dari cukup untuk mencapai keberhasilannya. Yang banyak, adalah orang yang tidak cukup menggunakan apa pun yang sudah ada padanya.
    =====================================
    semoga dapat di terima yah :D

    ReplyDelete