Wednesday, January 25, 2012

Disappear

Terinspirasi dari lagu Disappear-nya Royal Pirates.

Berapa spasi yang terbentang antara kita?
Memandangimu dari tempatku berpijak, melihatmu dihentak oleh irama musik, seakan-akan Tuhan sedang bermain-main dengan karya cipta-Nya yang luar biasa. Suaramu mungkin kalah merdu dibandingkan Josh Groban. Kemasanmu juga mungkin tak sehebat Linkin Park. Tapi, kau berdiri di sana, dengan segala semangat yang kau tampilkan secara penuh. Aku melihat kau berlomba dengan kobaran api yang seolah menyala di sekitar tubuhmu. Dan, ketika bola matamu berhasil menyentuh pandangku, aku seperti ikut terbakar dalam pesonamu.

Kau tersenyum.

Sementara bibirmu membuka-tutup, mengurutkan setiap kalimat yang sudah menjadi bagian dari masing-masing nada yang ada.

Aku tau, kau tak pernah mau salah melafalkan lirik.

“Would you disappear?”

Itu hanya bagian dari apa yang harus kau katakan di panggung sederhana itu. Setidaknya begitulah, seharusnya. Sampai akhirnya satu rentetan kalimat tanya itu menjadi berbeda makna bagiku. Sementara semua orang masih menikmati kerasnya hentakan gitar, drum dan suaramu, air mataku meleleh. Satu demi satu, lalu membanjir di sepanjang pipiku.

Tak aku lihat lagi kobaran semangat itu. Matamu kini tengah membakarku secara nyata. Perlahan, kau mentransferkan seluruh energi kebencian yang bisa kau hasilkan di setiap nadamu, padaku. Kau sukses. Dan, akan selalu begitu. Terutama ketika perasaanmu itu telah berubah menjadi sesuatu yang jujur, yang ingin kau utarakan padaku secara terang-terangan.

Apa yang bisa kulakukan dengan panjangnya spasi diantara kita?

Bukan saja jarak yang jelas-jelas bisa kau lihat, tetapi kau juga telah menarik hatimu. Kau memilih untuk terus berlari, meski aku berusaha mengejarmu.

Aku tertunduk, takut dengan pandangan matamu, sementara musikmu semakin menghentak keras. Seolah musik itu menjadi pengantar amarah yang ingin kau tujukan hanya untukku.

Kemudian, bisikkan maafku hanya akan tenggelam diantara rentetan bunyi gitar dan drum. Bahkan meski kau bisa membaca gerakan bibirku seperti orang bisu, kau tak membiarkan udara menyampaikannya padamu. Semua itu seperti luka yang ditaburi garam, begitu kau melengoskan wajahmu. Penampakkanku seperti tidak diharapkan. Tapi, melihatmu membuatku seakan menjelajah lagi pada masa yang sudah lewat. Dimana akhirnya aku seperti melihat diriku bersama lelaki lain yang paling kau benci.

Musik berhenti mengejutkan. Kau menghilang dari panggung saat aku berusaha menjangkaumu.

Dan, ketika aku berhasil menemukan sosokmu dari belakang, ketika akhirnya aku memaksakan kakiku yang terasa berat ini untuk melangkah mendekatimu, aku justru menyesal. Karena pada akhirnya aku melihatmu sudah bersamanya. Perempuan itu.

Perempuan yang paling kubenci.

9 comments: